Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

FULL PAPER - Budaya Bahari Sebagai Inovasi Kemaritiman di Bumi Khatulistiwa


BUDAYA BAHARI SEBAGAI INOVASI KEMARITIMAN
DI BUMI KHATULISTIWA
...................................................................................................................................
Diajukan untuk Mengikuti Kompetisi
LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL
PEKAN NASIONAL KEMARITIMAN 2018

Oleh:
Yudha Febrian Al Fani/53010170006/2017
Nur Indah Kusuma/53040160008/2016
Wahyu Zulfa Waatiqoh/33020170091/2017

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
SALATIGA

2018

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Berdasarkan wilayah geografis Indonesia yang terdominasi oleh perairan, Indonesia patut mendapatkan gelar sebagai negara poros maritim dunia. Dengan jumlah 17.000 lebih pulau yang ada serta garis pantai berkisar 81.000 kilometer terpanjang kedua dunia hendaknya negara berinisiatif untuk mendominasi pasar dunia dalam sektor perdagangan komoditas kelautan dan perikanan. Selain itu, dukungan letak geografis yang strategis di jalur perdagangan serta sumber daya melimpah, dapat menjadi modal untuk mewujudkan gelar tersebut.
Negara bahari dengan dominasi 75 persen wilayah perairan seharusnya mampu membuat komoditas laut menjadi penunjang ekonomi nasional. Namun sayangnya, potensi yang dimiliki justru tidak memiliki nilai guna lebih bagi negara kususnya masyarakat. Padahal, selain bidang agraris komoditas laut juga bisa menjadi penopang ekonomi rakyat untuk jangka panjangnya. Banyak faktor yang menyebabkan potensi ini tidak berkembang di Indonesia, mulai dari infrastruktur yang tidak memadai hingga rendahnya kesadaran masyarakat akan potensi yang dimiliki.
Deklarasi Djuanda tahun 1957 mengingatkan bahwa kesatuan wilayah harus benar-benar menjadi identitas bangsa. Atas dasar itu, maka diperlukan adanya suatu inovasi solutif sebagai jawaban atas problema baik yang tengah berlangsung maupun pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah demi mewujudkan kemaritiman yang sesungguhnya.
 Atas hakikat demikianlah yang membuat budaya bahari hadir sebagai salah satu solusi yang mampu menyumbangkan konsep inovatif di bidang maritim. Melalui budaya bahari ini dimaksudkan agar pemisahan pulau dengan perairan laut luas bukan berarti penghalang untuk saling bersinergi untuk saling melengkapi. Sebab prinsip negara maritim adalah menggabungkan semua aspek dan bidang supaya menjadi kekuatan yang memiliki satu tujuan sekalipun lokasi yang terpisah.
Maka dari itu, paper ini disusun bertujuan untuk menyuarakan inovasi budaya bahari yang diharapkan mampu mewujudkan poros maritim dunia secara aplikatif. Gagasan-gagasan inovatif ini diangkat berdasarkan keterampilan masyarakat dalam memaknai kehidupan yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia.
Sehubungan dengan itu, memalui paper ini akan dipaparkan tentang bagaimana kajian budaya bahari dapat menjadi sarana inovasi sekaligus solusi untuk menjawab problematika menuju Indonesia sebagai poros maritim dunia.

B.  Rumusan Masalah
Untuk menjabarkan materi dengan jelas, penulis menyusun rumusan masalah yang berfokus sebagai berikut:
1.      Bagaimana kemaritiman di Indonesia?
2.      Bagaimana problema kemaritiman di Indonesia?
3.      Bagaimana inovasi budaya bahari mampu mengentaskan masalah kemaritiman di Indonesia?
4.      Bagaimana mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia melalui budaya bahari?

C.  Tujuan
Adapun tujuan disusunnya paper ini secara umum adalah memberikan penjelasan tentang upaya Indonesia menjadi negara poros maritim dunia. Sedangkan secara kususnya untuk memberikan jawaban atas rumusan masalah tertulis meliputi:
1.      Mengetahui kemaritiman di Indonesia.
2.      Mengetahui problema kemaritiman di Indonesia.
3.      Mengetahui inovasi budaya bahari dalam mengentaskan masalah kemaritiman di Indonesia.
4.      Mengetahui upaya Indonesia sebagai poros maritim dunia melalui budaya bahari.


5.    Manfaat Penulisan
Setelah mengetahui latar belakang, rumusan masalah, serta tujuan paper ini ditulis. Disusunnya paper ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada pembaca berupa informasi serta gambaran tentang budaya bahari sebagai sarana inovasi. Sehingga dengan demikian, dikenalnya budaya bahari oleh berbagai kalangan memungkinkan dapat teraplikasikan di Indonesia demi terwujudnya negara poros maritim dunia.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
            Indonesia sebagai negara poros maritim dunia sepertinya telah menjadi perbincangan ramai di publik ini. Memang jika dilihat dari sudut pandang geografis serta sumber dayanya, Indonesia sangat potensial untuk menjadi negara poros maritim dunia. Namun realitasnya, potensi ini sampai sekarang masih menjadi cita-cita yang belum terpenuhi. Oleh karena itulah yang membuat banyak peneliti tertarik untuk melakukan observasi serta penelitian dengan tema maritim.
Sebelumnya, terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai maritim di Indonesia. Dari beberapa penelitian tersebut, penelitian mereka lebih menitikberatkan pada konteks permasalahan yang menyentuh masyarakatnya saja, sedangkan opsi yang dimuat dalam penelitian tidak menyebutkan secara rinci tentang solusi atau pencegahan melalui sarana prasarana atau infrastruktur sebagai penunjangnya. Beberapa penelitian mengenai kemaritiman yang pernah dibuat adalah:
Muhardi (2016), dengan judul penelitiannya adalah pengantar ilmu dan teknologi kemaritiman “Sejarah Maritim dan Masyarakat Pesisir” Universitas Maritim Raja Ali Haji. Penelitian yang dilakukan adalah meng1kaji tentang sejarah kemaritiman Indonesia dari zaman pra-kolonial sampai sekarang. Selain itu, penelitian ini juga memuat tentang pembangunan SDM melalui kebudayaan maritim serta membahas tentang masyarakat pesisir.
Nurmagfira dkk., judul penelitian ini adalah wawasan sosial budaya bahari “Konsep Masyarakat Maritim” Kesmas. Penelitian ini membahas tentang masyarakat maritim ideal di Indonesia, cikal bakal masyarakat maritim di Indonesia, serta masyarakat aktual di Indonesia.
            Ferianto Hamid dkk. (2015), dengan judul penelitiannya adalah wawasan kemaritiman “Potensi dan Mitigasi Bencana di Laut” Universitas Halu Oleo. Dalam penelitiannya, disebutkan tentang potensi bencana alam di Indonesia beserta dengan mitigasi yang sesuai dengan kondisi wilayah geografis Indonesia. Dalam penelitian tersebut mebuahkan hasil tentang fenomena alam seperti tsunami, banjir, dan gempa yang dapat diatasi dengan mengurangi potensi dampak bencana.
            Ibnu Razzak Amin (2016), Judul penelitian ini adalah wawasan kemaritiman “Lingkungan Maritim” Universitas Halu Oleo. Penelitian ini membahas tentang ekosistem-ekosistem yang ada di laut sekaligus cara pemanfaatan lingkungan maritim di Indonesia.
            Dari beberapa penelitian tersebut, pengkajiannya memang bertemakan tentang kemaritiman yang didalamnya menyinggung permasalahan-permasalahan umum, kususnya pola perilaku masyarakat itu sendiri. Namun solusi untuk pengentasan masalah yang diangkat hanya sepintas atau sifatnya tidak menyeluruh, karena tidak menyinggung sarana prasarana atau infrastruktur yang menunjang aktifitas kemaritiman (masyarakat), dan bahkan penelitian terkait tema maritim di atas terdapat pula yang hanya menjelaskan tentang teori kemaritiman saja. Maka dari itu, kami menyusun paper ini dengan maksud menerangkan lebih lanjut mengenai kemaritiman di Indonesia juga inovasi budaya bahari yang mengandung basis infrastruktur sebagai solusi pengentasan terkait problema kemaritiman yang ada.


BAB III
METODE PENULISAN
A.  Sumber dan Jenis Data
Untuk mendukung penyusunan paper ini, data-data yang ditulis merupakan bahan yang bersumber dari observasi bidang kepustakaan.
1.      Metode observasi
Metode yang pertama kali penulis gunakan untuk menggali bahan atau sumber adalah dengan melakukan pengamatan atau berusaha menganalisa kondisi di lapangan. Hal ini terkait fakta-fakta maritim yang terjadi di Indonesia saat ini.
2.      Metode Studi Pustaka
Untuk menguatkan hasil observasi penulis, maka penulisan ini penulis sertai pula dengan sumber dari berbagai literatur pustaka. Adapun referensi yang dimuat berasal dari buku, karya tulis ilmiah online, serta artikel internet yang berkaitan dengan materi yang dibahas.
Jenis data sendiri yang diperoleh bervariatif, baik melalui metode observasi maupun metode studi pustaka, sebagian besar sumber bersifat kualitatif sedangkan sisanya kuantitatif.
Untuk membuahkan suatu konsep materi yang terperinci dengan pembahasan terkait kemaritiman, penulis menampung semua sumber atas pengumpulan data yang di peroleh. Metode penulisan yang diangkat dalam paper ini adalah berdasarkan penjaringan materi-materi yang berasal dari observasi dan juga studi pustaka mengenai kemaritiman.

B.  Analisis Data dan Sistematika Penulisan
Setelah data terpenuhi, dilakukanlah suatu penyeleksian terhadap data-data yang diperoleh. Untuk membuahkan materi yang sistematis didukung pula pengurutan data berdasarkan konsep yang akan dibahas dalam paper ini sekalipun mengandung argumentatif yang berada dalam satu ruang lingkup dengan data aslinya. Sistematika penulisan sendiri meliputi beberapa subbab, yaitu:
1.      Daftar Isi,
2.      Bab I   : Pendahuluan,
3.      Bab II  : Tinjauan Pustaka,
4.      Bab III            : Metode Penulisan,
5.      Bab IV            : Pembahasan/Analisis Sintesis,
6.      Bab V  : Penutup, dan
7.      Daftar Pustaka.

C.  Penarikan Kesimpulan
Simpulan yang ditulis merupakan hasil identifikasi materi-materi yang terkonsep dalam paper ini. Agar lebih detail, simpulan dikaji dalam suatu pembahasanan yang dipresentasikan terkait rumusan masalah dan tujuannya. Disertai pula saran sebagai pendukung teori yang termuat.


BAB IV
PEMBAHASAN/ANALISIS SINTESIS
A.  Indonesia sebagai negara maritim
Sumber: maritimtours.com
Gambar 1.1 Geografis Indonesia

Sebuah negara besar dengan dominasi luas wilayahnya merupakan perairan, Indonesia layak menjadi negara maritim yang besar. Wilayah dengan 75 persen terdiri dari perairan, idealnya mampu menciptakan peradaban guna menyejahterakan masyarakat khususnya daerah pesisir. Begitu juga dengan luas wilayah perairannya yang membuat Indonesia memiliki potensi komoditas perekonomian besar.
Setidaknya ada delapan (8) kelompok potensi utama kelautan Indonesia. Masing-masing adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Potensi Kelautan Indonesia
No
Potensi
Jenis SDA
1
Sumber makanan
Ikan, udang, kerang, kepiting, cumi, dan lain-lain.
2
Sumber energi
Minyak bumi, energi angin, OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), dan seterusnya.
3
Sumber mineral dan tambang
Garam dapur, bijih logam, pasir, batuan, dan lain-lain.
4
Ilmu pengetahuan dan teknologi
Keragaman hayati, ARLINDO (Arus Lintas Indonesia), Hidrothermal vent, ikan “fosil”, dan seterusnya.
5
Industri pariwisata
Keindahan pantai dan pasir, sinar matahari, keramahan masyarakat, dan lain-lain.
6
Transportasi
Pelayaran angkut orang dan barang, kapal tanker, kapal militer, dan seterusnya.
7
Kedaulatan negara
Batas-batas wilayah antar negara, ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif), dan lain-lain.
8
Konservasi
Cagar alam, cagar budidaya, dan seterusnya.

Potensi sumber daya laut Indonesia sering digambarkan seolah sebagai raksasa yang sedang tidur (The Sleeping Giant) (Sidharta, 1995;Idris dkk., 2007). Sudah banyak diungkap bahwa laut Indonesia yang terletak di kawasan tropis sangat kaya akan sumber daya hayati yang keragamannya sangat tinggi (megabiodiversity). Hasil tangkapan perikanan nasional berupa ikan, udang, kerang, kepiting, rumput laut, dan lain sebagainya memperlihatkan peningkatan. Belum lagi kalau ditambah dengan pemanfaatan sumber daya lainnya misal, mineral, minyak bumi, dan hasil tambang, maka angka pendapatan negara dari sektor ini akan melambung tinggi.[1]
Menurut Alfred Thayer Mahan, seorang perwira tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya “The Influence of Sea Power Upon History” mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu negara atau bahkan meruntuhkan negara tersebut.
Kekuatan laut yang dapat kita tarik dari pendapat Alfred diantaranya dari sektor kekuatan perekonomian guna memberikan dampak kesejahteraan masyarakat pesisir. Adapun sebagai contoh, pengelolaan wisata bahari mampu mengantarkan Indonesia masuk dalam rekomendasi destinasi wisata terbaik di dunia. Dengan hal ini kemungkinan besar perekonomian Indonesia dapat terdongkrak akibat simpatisasi dari investor dan wisatawan.
Laut juga merupakan anugerah terbesar yang dimiliki Indonesia, dimana maritim menjadi sektor ekonomi kelautan yang memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas perekonomian bangsa Indonesia sekaligus sebagai benteng pertahanan negara selain agraris. Tidak hanya itu saja, kearifan lokal masyarakatnya pun patut diapresiasi. Indonesia identik dengan keramah tamahannya. Sehingga siapapun yang berkunjung akan merasakaan kedekatan antara masyarakat dengan alam. Tidak hanya dari segi fisiknya yang membuat kita bisa merasakan keindahan alam-sosial, namun seluk beluk Indonesia juga memungkinkan mendapat respon positif dari berbagai kalangan.
B.  Problema kemaritiman di Indonesia
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 mencatat penyebaran penduduk di pulau-pulau besar Indonesia sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penyebaran Penduduk Tahun 2010
(dalam persentase)
No
Pulau
Luas Wilayah
Jumlah Penduduk
1
Sumatera
25.2 persen
21.3 persen
2
Jawa
6.8 persen
57.5 persen
3
Kalimantan
28.5 persen
5.8 persen
4
Sulawesi
9.9 persen
7.3 persen
5
Maluku
4.1 persen
1.1 persen
6
Irian
21.8 persen
1.5 persen

Ketidakmerataan penyebaran penduduk ini membuat ekonomi maritim di Indonesia cenderung minim, karena hanya berfokus pada suatu wilayah yang memiliki kuantitas penduduk tinggi, yaitu di pulau Jawa. Sedangkan popularitas mata pencahariannya pun di sektor agraris.
 Populasi kemiskinan yang dimiliki oleh Indonesia sangatlah ironis, padahal jika kita lihat dari sumber daya kelautan dikawasan pesisir memiliki potensi yang sangat besar. Data menunjukkan, lebih dari 60 persen penduduk miskin berada di wilayah pesisir Nusantara. Sedikitnya 14,58 juta atau sekitar 90 persen dari 16,2 juta nelayan di kawasan pesisir yang hidup dibawah garis kemiskinan.[2]
Luas wilayah yang terdapat diwilayah pesisir jika mampu dikelola dengan baik, maka akan menjadi sumber penghasilan yang besar bagi perekonomian di Indonesia khususnya bagi masayarakat pesisir. Dampak terbesar yang dapat dirasakan bagi warga masyarakat sekitar perairan diantaranya pendapatan perekonomian lokal akan meningkat, menurunkan kuantitas pengangguran, mengubah paradigma urbanisasi kepada masyarakat.
Potensi yang dimiliki Indonesia pada sektor maritim yang begitu besar seharusnya mampu dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini bertujuan guna menyejahterakan orang banyak. Namun, hambatan, tantangan, dan ancaman untuk mewujudkan hal tersebut tidak sedikit. Hambatan yang paling nyata dan jelas adalah paradigma daratan telah sangat kental dengan bangsa ini, yang telah berlangsung selama hampir empat abad, telah menjauhkan bangsa ini dari kehidupan bahari.[3]
Terdapat permasalahan dalam konteks posisi Indonesia sebagai negara kepulauan, yaitu:
1.      Bangsa Indonesia sampai saat ini belum memiliki kebijakan nasional tentang pembangunan negara kepulauan terpadu. Kebijakan yang ada selama ini hanya bersifat sektoral, padahal pembangunan di Negara memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi.
2.      Lemahnya pemahaman dan kesadaran tentang arti dan makna Indonesia sebagai negara kepulauan dari segi geografi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
3.      Sampai saat ini negara belum menetapkan batas-batas wilayah perairan dalam. Padahal, wilayah perairan adalah mutlak menjadi kedaulatan bangsa Indonesia. Artinya tidak boleh ada satupun kapal asing boleh masuk ke perairan Indonesia tanpa izin.
4.      Lemahnya pertahanan dan ketahanan negara dari sisi matra laut yang mencakup:
·         belum optimalnya peran pertahanan dan ketahanan laut dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara.
·         ancaman kekuatan asing yang ingin memanfaatkan perairan ZEEI.
·         belum lengkapnya perangkat hukum dalam implementasi pertahanan dan ketahanan laut.
·         masih terbatasnya fasilitas untuk melakukan pengamanan laut;
·         makin meningkatnya kegiatan terorisme, perompakan, dan pencurian ikan di wilayah perairan laut Indonesia.
·         masih lemahnya penegakan hukum kepada pelanggarnya.[4]
Tidak hanya itu saja, persoalan yang ada dilapangan juga meliputi:
1.      Infrastruktur pendukung yang belum dioptimalkan.
2.      Lemahnya sumber daya manusia (SDM) dari berbagai aspek yang meliputi:
·         Laju ekonomi.
·         Tingkat ketergantungan.
·         Keterbatasan iptek dan keterampilan.
·         Tingkat urbanisasi yang tinggi akibat masyarakat memiliki paradigma bahwa hidup di perkotaan memberikan jaminan hidup lebih baik.
3.      Eksploitasi alam yang berlebihan akibat meningkatnya kebutuhan pasar akan bahan pangan seperti ikan dan sebagainya. Sehingga dengan demikian banyak oknum yang tidak bertanggung jawab merusak ekosistem demi mendapatkan keuntungan secara sepihak.
4.      Kebanggaan terhadap wisata luar negeri dan penanaman moral tentang kebhinnekaan seakan kian menipis. Mencintai alam sendiri berarti dibuktikan dengan menjaga sekaligus memelihara sebagaimana semestinya. Namun hal ini kurang mendapatkan kesadaran dari masing-masing pihak, termasuk pihak terkait sekalipun.
C.  Inovasi budaya bahari untuk mengentaskan masalah kemaritiman nasional
Ketika kita berbicara upaya peningkatan ekonomi maritim maka ini berarti kita bicara tentang bagaimana meningkatkan permintaan sekaligus penawaran berbasis kelautan. Perlu ada berbagai sarana dan prasarana untuk melancarkan dua hal ini terjadi. Dalam ekonomi, ia disebut sebagai distribusi. Distribusi menjadi jembatan yang menghubungkan produksi (penawaran) dan konsumsi (permintaan).[5] Demikianlah cerminan dalam kemaritiman dari sudut pandang ekonomi.
Bahari Nusantara adalah sebuah ciri khas kedaulatan NKRI atas wilayah-wilayah laut di antara ribuan pulau, yang sekaligus mempererat kesatuan pulau-pulau tadi menjadi sebuah Indonesia Raya.[6] Budaya bahari merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik masyarakat dalam ruang lingkup maritim. Adapun maksud dari budaya bahari ini adalah mewujudkan pola kehidupan masyarakat yang akrab dengan bidang kelautan.
Seperti halnya sistem kehidupan Nusantara masa kerajaan Majapahit, melalui budaya bahari ini masyarakat dituntut untuk dapat mengeksplor potensi sumber daya bukan hanya di daratan, namun juga sumber daya yang terdapat di laut, baik sebagai mata pencaharian maupun aktifitas lain. Dengan demikian, problema kemaritiman di Indonesia dapat terurai sebagaimana mestinya.
Namun demikian, pembangunan sektor kelautan masih sangat tertinggal dibanding negara-negara di kawasan ASEAN. Salah satu “kesalahan” mendasar yang sering diungkap adalah terabaikannya penanaman paradigma kelautan (maratime paradigm) selama pemerintahan Orde Baru (orba). Paradigma yang ditonjolkan saat itu adalah paradigma pembangunan daratan (terrestrial paradigm), yang tercermin misalnya dengan diutamakannya pembangunan sekor pertanian (Dahuri, 2003). Bidang pembangunan kelautan “hanya” menjadi sebuah subdirkorat di bawah Departemen Pertanian saat itu.[7]
Indonesia disebut sebagai satu-satunya negara dengan jumlah pulau terbanyak dan pantai terpanjang kedua di dunia.[8] Maka, demi melestarikan serta mengangkat realitas maritim Indonesia ini, perlu adanya kesadaran bersama. Budaya bahari menggambarkan paradigma kehidupan masyarakat Indonesia yang identik dengan basis kelautan. Inovasi yang terletak di sini adalah bagaimana masyarakat tidak hanya condong dan bergantung ke sektor agraris serta serba daratan, namun bidang kelautan juga diharapkan bisa menjadi sumber penghidupan masyarakat. Oleh karena itulah untuk mewujudkan budaya bahari di masyarakat ini dibutuhkan sarana dan prasarana (infrastruktur) agar masyarakat sendiri mudah untuk mengeksplor fungsi, manfaat, dan keuntungan dari sektor laut.
Sehubungan dengan itu, agar budaya bahari dapat hadir di tengah-tengah masyarakat, maka masalah-masalah kemaritiman harus dientaskan serta dibutuhkan sarana pendukung bernuansa infrastruktur dengan basis laut sentris seperti berikut.
1.      Sumber daya energi
Migas merupakan komoditas penting yang sebagian dapat dimunculkan oleh lautan. Migas adalah komoditas baru dunia dan laut Indonesia menjadi salah satu sumber potensial yang menjanjikan.[9] Terbukti pada masa Orde Baru migas menjadi salah satu sumber alternatif bagi pembangunan negara. Untuk itu, karena potensi migas yang dimiliki cenderung besar maka sudah selayaknya dieksplor secara berkelanjutan di Indonesia demi memenuhi keperluan bangsa dan negara.
Potensi besar energi Indonesia yang berada di kawasan cincin api adalah geothermal atau panas bumi.[10] Begitu juga dengan posisi yang strategis, bertempat di garis khatulistiwa membuat Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan energi matahari. Dampak yang dihasilkan jika mampu mengagendakan ini dipastikan akan mengurangi importir Indonesia terhadap minyak bumi sebagaimana realitasnya sekarang.
Namun disamping itu, pengembangan teknologi energi nasional tidak saja diarahkan pada peningkatan kemampuan prosuksi energi terbarukan di masa depan, tapi juga harus memperhatikan pembudayaan gaya hidup baru dengan teknologi produksi barang dan jasa yang lebih efisien dari segi konsumsi energinya.[11]
2.      Keanekaragaman hayati
Posisi geografis Indonesia yang terletak di lintang tropis, berkepulauan, kaya akan gunung api, dan sejarah geologis yang beraneka ragam, seharusnya mampu memaksimalkan potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah, karena posisi geografis ini memberikan keragaman hayati dan potensi perikanan serta farmasi yang besar.
3.      Pengembangan SDM
Untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan kemahiran dalam bahari di Indonesia, maka masyarakat harus disisipi dengan pengajaran tentang dunia maritim. Hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan kurikulum pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi.[12]
4.      Ketenagakerjaan maritim
Dalam mewujudkan negara yang mampu memanfaatkan segala aspek di bidang maritim, maka perlu adanya tenaga kerja yang handal dalam hal kebaharian. Hal ini juga sejalan dengan pengalaman bangsa terdahulu yang mampu menanungi laut hingga Samudera, sehingga pengalamanan nenek moyang tersebut dapat menjadi pelajaran bagi sosial, ekonomi, dan budaya sekarang.
Banyaknya angka pengangguran di Indonesia menjadi modal penting untuk mempekerjakan mereka di sektor maritim. Selain bernilai ekonomi bagi pekerjanya, ketenagakerjaan ini juga mampu menyumbangkan nilai ekonomi bagi negara. Maka, sudah sepantasnya pemerintah menyuarakan lapangan kerja serta pelatihan kerja sektor maritim bagi masyarakat umum, terlebih bagi mereka yang kesulitan mencari pekerjaan.
5.      Kesejahteraan di pulau kecil dan tepi laut
Banyak masyarakat hidup di pulau-pulau kecil di Nusantara serta di desa-desa pesisir pantai yang terlindung di balik bakau. Tetapi perkembangan pembangunan tampak tak menyentuh mereka. Kurangnya listrik, air bersih,[13] serta sarana prasarana lain yang mereka alami seharusnya menjadi fokus pembenahan oleh pemerintah. Hal ini bertujuan untuk memajukan peran sektor maritim Indonesia dalam bidang sosial-ekonomi.
6.      Wisata kuliner dan bahari
Aspek makanan laut sudah seharusnya menjadi daya tarik tersendiri dalam kemaritiman nasional. Selain motif ekonomi yang diangkat dalam bahari ini, kelestarian bahari juga tetap terjaga.
7.      Pengembangan pulau-pulau terluar dan terdepan
Sebagai negara maritim yang besar dan berdaulat, maka jangan sampai ada satu pulau pun yang diabaikan begitu saja, terkhusus untuk pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Pulau terdepan sangat memungkinkan menjadi benteng pertahanan maritim nasional. Sehingga diperlukan pengembangan yang lebih sebagai penunjang daripada pulau itu sendiri.


8.      Keamanan laut
Negara maritim yang besar adalah negara yang mampu menjaga wilayahnya dengan baik. Begitu juga dengan kerjasama-kerjasama yang dilakukan antar negara, sehingga sistem keamanan laut menjadi bidang penting demi menjaga dan menjamin keamanan bagi kepentingan-kepentingan antar negara yang melakukan kerjasama.
9.      Kepelabuhan
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi (PP no. 61 tahun 2009). Kendari demikian, pelabuhan menjadi gerbang dimana setiap daratan yang terpisah bisa terhubung satu sama lain.
Untu dapat menjadi poros maritim dunia maka sistem pelabuhan di Indonesia harus dimodernisasi sesuai dengan standar internasional sehingga pelayanan dan akses di seluruh pelabuhan harus mengikuti prosedur internasional.[14]
Sejarah kekuatan maritim kerajaan Sriwijaya dan Majapahit tidak terlepas dari sarana pendukung berupa pelabuhan. Di masa Sriwijaya terdapat pelabuhan Palembang dan Jambi, sementara di era Majapahit terdapat Tuban dan Surabaya.dari empat pusat utama perdagangan maritim ini, hanya Surabaya yang benar-benar berkembang sebagai kota pelabuhan di masa kini. Tentu saja Palembang dan Jambi masih memiliki pelabuhan yang giat, tetapi lokasinya di pedalaman sangat idak menguntungkan. Di masa lalu, ia dapat menguntungkan karena dapat melindungi dari perompak di Selat Malaka, tetapi ia menjadi tidak optimal di masa kini.[15]
Besarnya potensi laut yang dimiliki Indonesia membuat pelabuhan menjadi infrastruktur penting. Maka untuk mengembangkan potensi bahari yang dimiliki, pembangunan pelabuhan harus digencarkan bukan hanya di jalur transportasi, namun pelabuhan dibangun pula di tempat-tempat yang memungkinkan sangat membutuhkan pelabuhan seperti tempat potensial akan komoditas laut. Lebih tepatnya lagi, pelabuhan yang dibangun bersifat menyeluruh.
a.    Pelabuhan khusus
Pelabuhan khusus memungkinkan kinerja pelabuhan yang berfokus pada satu kepentingan. Keberadaan pelabuhan khusus di tempat potensial ini dimaksudkan agar dapat mendongkrak kinerja bahari dan hasil komoditas bahari di Indonesia.
1.      Pelabuhan ikan
Pelabuhan komoditas laut seperti perikanan menjadi pelabuhan penting yang harus digencarkan, mengingat melimpahnya kuantitas ikan sehingga menuntut pelabuhan perikanan hadir di tempat-tempat potensial akan komoditas ikan laut.
2.      Pelabuhan minyak
Pelabuhan minyak harus dibangun jauh dari jangkauan pelabuhan lainnya. Tujuannya adalah supaya pelabuhan minyak hanya berfokus pada perminyakan, sekaligus meminimalisir adanya gangguan-gangguan kapal lain yang tidak berkepentingan dengan pelabuhan terkait.
3.      Pelabuhan barang
Agar proses bongkar muat barang berjalan dengan lancar, maka pelabuhan barang tidak diperbolehkan digunakan berbarengan dengan aktifitas lainnya. Hal ini demi efisiensi aktiftas pelabuhan, sehingga keluar masuk barang dapat tertarget tepat waktu.
4.      Pelabuhan penumpang
Agar penumpang dapat dengan mudah berpergian antar pulau, maka sebaiknya pelabuhan memberikan kemudahan bagi penumpangnya. Pembangunan pelabuhan ini tidak hanya cenderung di daerah padat penduduk, namun juga dibangun di daerah alternatif lainnya. Dengan demikian, potensi pembludakan penumpang dapat diatasi.
Demikian juga ketika suatu pelabuhan sedang mengalami gangguan yang menyebabkan kapal penumpang tidak bisa berlabuh, maka pelabuhan alternatif lainnya dapat menggantikannya.
5.      Pelabuhan militer
Karena kepentingan pelabuhan yang satu ini cukup besar, maka pelabuhan militer harus di tempatkan di wilayah yang strategis dan juga jauh dari pengaruh pelabuhan lainnya.
6.      Pelabuhan komoditas khusus
Selain pelabuhan ikan, jika suatu wilayah juga memiliki potensi komoditas laut yang tinggi, seperti rumput laut, karang, garam, dan sebagainya. Maka pelabuhan khusus untuk komoditas tersebut juga harus digencarkan. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan hasil-hasil komoditas bahari di Indonesia.
b.    Pelabuhan yang diusahakan
Pengembangan pelabuhan yang diusahakan bertujuan untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang memadai demi terwujudnya kinerja pelabuhan yang baik, seperti kegiatan bongkar muat barang dan sebagainya. Hadirnya pelabuhan yang diusahakan ini diharapkan mampu memberikan pelayanan lebih bagi setiap aktifitas di pelabuhan.
c.    Pelabuhan laut dan pelabuhan pantai
Untuk meningkatkan perdagangan komoditas bahari, pelabuhan laut sebagai tempat singgah bagi kapal-kapal asing yang melakukan perdagangan haruslah dibangun di daerah yang tidak berada dalam satu tempat dengan pelabuhan pantai (pelabuhan perdagangan dalam negeri). Hal ini dimaksudkan agar perdagangan nasional dengan internasional tidak berbenturan sekaligus dapat meningkatkan perannya masing-masing.
            Agar dapat menunjang aktifitas sekaligus mengoptimalkan budaya bahari di Indonesia, maka pelabuhan harus disesuaikan dengan perannya masing-masing. Macam dan jenis pelabuhan diatas memungkinkan kinerja pelabuhan di Indonesia dapat menyokong terwujudnya budaya bahari.
10.  Transportasi laut
Permasalahan yang masih melekat di indonesia tentang infrastruktur laut seharusnya menjadi perhatian penting. Potensi besar sebagai jalur perdagangan dunia harus mampu dimanfaatkan negara. Transportasi laut menjadi sarana utama bagi jalur perdagangan. Transportasi laut memungkinkan suatu perpindahan baik penumpang maupun barang atau komoditas antar pulau tidak terhalang dengan adanya laut sebagai pembatas. Untuk itulah transportasi laut menjadi infrastruktur penting dalam sebuah negara kepulauan.
Di samping sisi, keberadaan transportasi laut ini juga berdampak bukan hanya ke sektor ekonomi. Jika diamati lebih lanjut, keberadaannya juga dapat membuat perkembangan kebudayaan masyarakat. Pemerintah pun menjadi leluasa jika ingin meratakan pembangunan.
Sebagai perwujudan dari infrastruktur dalam bentuk transportasi laut, berikut ini sarana-prasarana yang harus dikembangkan di Indonesia.



a.       Tol laut
Konektivitas antar pulau menjadi poin penting di negara bahari. Tol laut sendiri merupakan angkutan laut yang memungkinkan dapat menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya di Indonesia. Dalam perdagangan, keberadaan tol laut ini dapat memfasilitasi perpindahan barang dagang dari pasar lokal ke pasar yang lebih luas. Alhasil, tol laut menyumbangkan efisiensi dalam sebuah pekerjaan.
Sehubungan dengan maksud meningkatkan kebaharian di Indonesia, maka keberadaan tol laut harus diperluas jaringannya. Dominasi usaha dan perdagangan yang terdapat di Jawa, membuat tol laut yang menghubungkan pulau Jawa dengan pulau-pulau lainnya harus  ditingkatkan, baik segi kualitas maupun kuantitasnya.
Kapal sebagai produk angkutan tol laut, sudah sepantasnya diperbaharui. Hal demikian bertujuan untuk meningkatkan keamanan sekaligus memberikan kenyamanan bagi penggunanya. Sehingga pembaharuan ini mampu memberikan pelayanan serta jaminan kepada pengguna yang mengakibatkan ketertarikan masyarakat akan transportasi laut. Dengan begitu tumbuhlah rasa budaya bahari di masyarakat.
b.      Jembatan lintas laut
Perekonomian daerah pesisir dapat meningkat tajam manakala terdapat sebuah jembatan yang menghubungkan antara satu pesisir pulau dengan pesisir pulau lainnya. Jembatan lintas laut memungkinkan efisiensi dalam berbagai kegiatan, seperti perdagangan antar suatu daerah dengan komoditas yang berbeda-beda. Jadi maksud yang terkandung disini adalah keberadaan jembatan lintas laut membuat antar pulau mampu saling menyuplai atau melengkapi atau menukar komoditas. Dalam istilah lain perluasan pasar, jaringan, dan komoditas sehingga secara tidak langsung, ekonomi akan berkembang pesat untuk jangka panjangnya.
11.  Teknologi informasi tepat guna
Guna meningkatkan kinerja infrastruktur kebaharian, maka ketepatan sasaran dan waktu harus menjadi tujuan utama. Untuk itu dibutuhkan teknologi digital sebagai ruang informasi dan pemantauan atau monitor dari segala pekerjaan dalam hal pendataan. Sebagai contoh, fungsi dari teknologi digital bagi pelayaran adalah membekali kapal supaya bekerja optimal dan mampu merespon, memberikan sinyal, meminimalisir ketergangguan yang tidak diinginkan seperti masalah di tengah-tengah perjalanan dan sebagainya.
12.  Bioteknologi dan industri kelautan
Kemajuan suatu cabang ipteks yang kemudian lebih dikenal dengan nama bioteknologi, telah membuka peluang yang sangat besar untuk memanfaatkan sumber daya laut Indonesia dalam menunjang pembangunan bangsa.[16] Potensi laut Indonesia yang besar membuat berbagai jenis produk dan jasa hasil penerapan bioteknologi laut seperti industri farmasi, kesehatan/kebugaran, kosmetik/kecantikan, pangan, energi altenatif hingga penanganan limbah laut memiliki keuntungan besar bagi negara.
Penerapan bioteknologi kelautan juga turut mendongkrak harga jual komoditi hasil laut. Rumput laut, misalnya, bila dijual dalam bentuk mentah dan kering, akan terjual dengan harga murah (+- Rp5.000,00) per kilogram. Namun bila rumput laut tersebut diberi sentuhan bioteknologi, maka akan mampu mengubah hasil laut tersebut menjadi bahan setengah-jadi atau bahan jadi, tentu dengan harga jual dapat mencapai sepuluh kali lipat atau lebih (Sidartha dkk., 2008).[17]
Potensi lestari total ikan laut diperkirakan sebesar 6,4 juta ton/tahun, selain itu 24 juta hektar perairan laut cocok untuk budi daya laut ikan kerapu, kakap, baronang, kerang mutiara, teripang, rumput laut, dan lain-lain, dengan potensi produksi 47 juta ton/tahun. Sebagian besar lahan pesisir Nusantara sangat sesuai untuk budidaya udang, bandeng, kepiting, kakap, dan seterusnya, dengan potensi 5 juta ton/tahun. Potensi total produksi tersebut beserta potensi produk biotekologi kelautan diperkirakan mencapai US$82 milyar/tahun (Dahuri, 2003). Belum lagi bila dihitung potensi ekonomi sektor pertambangan, minyak, dan gas bumi yang tersebar di seluruh laut Indonesia.[18]
Terpenuhinya sarana prasarana atau infrastruktur kelautan serta pendukung lain yang memfasilitasi masyarakat membuat budaya bahari mampu tumbuh dengan baik. Pasalnya, budaya bahari menggambarkan peradaban masyarakat yang identik dengan wawasan kelautan, sehingga untuk mewujudkan wawasan tersebut harus disertai dengan infrastruktur sebagai sarana masyarakat dalam menumbuhkan wawasan kemaritimannya.
Seperti yang dituliskan Boy Rahardjo Sidharta dalam bukunya “Budaya Bahari dari Nusantara Menuju Mataram Moderen”, Ir. Soekarmo pernah berpesan dalam acara pembukaan Institut Angkatan Laut (IAL) tahun 1953, “Usahakan penyempurnaan kita ini dengan menggunakan kesempatan yang diberikan oleh kemerdekaan. Usahakan agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya! Bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos di kapal, bukan! Tetapi bangsa laut dalam arti cakrawati samudra. Bangsa laut yang mempunyai armada niaga, bangsa laut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri!”. Dalam pesan tersebut, jelas bahwa kebaharian di laut Indonesia sangat bernilai tinggi, unuk itulah kebudayaan bahari harus melekat dalam diri masyarakat untuk menyuarakan pesan Soekarno sebagai negara maritim yang bukan hanya kuat, namun juga solid serta menjadi kiblat kemaritiman dunia.

D.  Pemerataan dan integrasi budaya bahari guna mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia 
Sebagaimana teori yang dikemukakan oleh Alfred Thayer Mahan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk membangun kekuatan maritim, yaitu posisi dan kondisi geografi, luas wilayah, jumlah dan karakter penduduk, serta pemerintahannya. Poros maritim sendiri merupakan sebuah kemampuan dari suatu negara dalam menguasai, mengelola, mengatur, mengawasi, menjaga, serta memanfaatkan keragaman hayati dalam hal bahari.
Pemerataan pembangunan yang lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, menjadi isu strategis sebagai mainstream pembangunan ekonomi bangsa Indonesia ke depan. Strategi kebijakan pembangunan yang berpihak kepada pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan akan terus dipacu, guna lebih meningkatkan daya saing menuju kemakmuran yang berkeadilan.[19]
Maka dari itu, mewujudkan negara maritim yang besar berarti harus mengemban semua masyarakat secara menyeluruh untuk bersama-sama ikut andil dalam pergerakan maritim nasional. Untuk menjadi sebuah negara maritim, maka infrastruktur antar pulau dan sepanjang pantai di setiap pulau merupakan hal yang harus dibangun dan dikembangkan.[20] Pencapaian dalam pembangunan sarana prasarana harus dibarengi dengan pemerataan agar semua lapisan masyarakat dapat menjangkaunya.
Garis pantai Indonesia mencapai 81.000 kilometer terpanjang kedua dunia setelah Kanada. Itu berarti pemerataan infrastruktur harus benar-benar terealisasikan di Indonesia. Apalagi sumber daya alam yang melimpah membuat infrastruktur sangat dibutuhkan dalam aktifitas pengeksploran dan pemanfaatan sumber daya bahari ini. Alih-alih dengan pemerataan ini, Indonesia mampu menjadi kiblat kemaritiman dunia, termasuk di dalamnya menggeser posisi negara China dan India yang berada di peringkat satu dan dua dunia sebagai produksi perikanan terbesar.


BAB V
PENUTUP
A.  Simpulan
Indonesia sangat identik dengan potensi yang dimiliki, kususnya dalam bidang maritim. Memiliki SDA dan SDM yang melimpah tentu dapat disumbangkan dalam agenda Indonesia menjadi negara poros maritim dunia. Namun realiasnya berbanding terbalik, Indonesia yang seharusnya mampu menjadi negara besar melalui perantara kebaharian justru menjadi negara miskin yang seolah-olah hanya mampu bertumpu pada sektor agraris.
Konteks permasalahan yang paling mendasar dalam kemaritiman di Indonesia adalah mengenai infrastruktur yang kurang memadai. Di samping itu, keaktifan mayarakat dalam bidang kelautan masih minim atau paradigma kehidupan bahari masyarakat masih terbilang pasif.
Dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia, maka diperlukan adanya keterlibatan masyarakat sebagai penggerak atau memiliki peran aktif di dalamnya. Untuk melibatkan masyarakat sendiri harus dipenuhi dengan infrastruktur sebagai sarana prasarana penunjang aktifitas sekaligus mengembangkan kesadaran masyarakat akan kemaritiman. Hal ini selaras dengan budaya bahari, dimana jika semua infrastruktur telah memadai, maka untuk menumbuhkan kehidupan masyarakat yang bernuansa maritim akan mudah tercapai. Sehingga dengan demikian, peran serta masyarakat mampu ikut serta dalam membangun negara dengan prinsip mewujudkan poros maritim dunia.
B.  Saran
Menyadari akan kemaritiman yang masih sulit tumbuh di negara ini, maka budaya bahari yang tertulis diatas diharapkan mampu menjadi solusi yang tepat. Jika sekiranya penjelasan penulis dalam paper ini masih kurang sempurna, penulis berharap bisa menyempurnakannya tatkala penulis berkesempatan untuk mempresentasikan paper ini.


DAFTAR PUSTAKA
Agatha, C A 2017, ”Indonesia: Negara Maritim dan Permasalahannya, diakses 7 Februari 2018, https://www.qureta.com/post/indonesia-negara-maritim-dan-segala-permasalahannya.
Bambang Triatmojo. Perencanaan Pelabuhan. PP no. 69 tahun 2001
Hidayat, M I 2011, Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Indonesia, diakses 6 Februari 2018, http://hibaj-ilyassblog.blogspot.co.id/2011/06/ kehidupan-sosial-ekonomi-masyarakat.html?m=1.
Indonesia Sebagai Poros Maritim dunia”, Presiden Ir. H. Joko Widodo, diakses 8 Februari 2018, https://www.presidenri.go.id/berita-aktual/indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia.html.
Prasetia, A 2017, Ekonomi Maritim Indonesia, Yogyakarta, Diandra Kreatif.
Rosyid, D M 2017, Paradigma Pengembangan aritim dan Energi, Malang, Intrans Publishing.
Sidharta, B R 2015, Budaya Bahari dari Nusantara Menuju Mataram Moderen, Sleman, Gosyen Publishing.
Sugiarto, E C, Memacu Infrastruktur, Mempercepat Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, diakses 8 Februari 2018, https://setkab.go.id/memacu-infrastruktur-mempercepat-pemerataan-penmbangunan/.


[1] Boy Rahardjo Sidharta, Budaya Bahari dari Nusantara Menuju Mataram Modern, Gosyen Publishing, Sleman, 2015, hlm. 20.
[2]Muhammad Ilyas Hidayat, “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Indonesia”, diakses dari http://hibaj-ilyassblog.blogspot.co.id/2011/06/kehidupan-sosial-ekonomi-masyarakat.html?m=1 pada tanggal 06 Februari 2018 pukul 21.07
[3] Boy Rahardjo Sidharta, loc. cit., hlm. 5.
[4]Cecilia Alisabeth Agatha, ”Indonesia: Negara Maritim dan Permasalahannya”, diakses dari https://www.qureta.com/post/indonesia-negara-maritim-dan-segala-permasalahannya pada tanggal 07 Februari 2018 pukul 07.23
[5] Ade Prasetia, Ekonomi Maritim Indonesia, Diandra Kreatif, Yogyakarta, 2017, hlm. 54.
[6] Boy Rahardjo Sidharta, loc. cit., hlm. 5.
[7] Boy Rahardjo Sidharta, loc. cit., hlm. 5.
[8] Ibid., hlm. 10.
[9] Ade Prasetia, loc. cit., hlm. 54.
[10] Daniel Mohammad Rosyid, Paradigma Pengembangan Maritim dan Energi, Intrans Publishing, Malang, 2017, hlm. 5.
[11] Ibid., hlm 10.
[12] Ade Prasetia, loc. cit., hlm. 56.
[13] Manez, Kathleen Schwerdtner, et al. “water scarcityin the Spermonde Archipelago, Sulawesi, Indonesia: past,present and future“ Environmental Sceince & policy 23 (2012): 74-84.
[14] Indonesia Sebagai Poros Maritim dunia” diakses dari https://www.presidenri.go.id/berita-aktual/indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia.html pada tanggal 8 Februari pukul 9.39
[15] Ade Prasetia, loc. cit., hlm. 91.
[16] Boy Rahardjo Sidharta, loc.cit., hlm. 17.
[17] Boy Rahardjo Sidharta, loc.cit., hlm. 17.
[18] Ibid., hlm. 21.
[19] Eddy Cahyono Sugiarto, “Memacu Infrastruktur, Mempercepat Pemerataan Pembangunan” diakses dari https://setkab.go.id/memacu-infrastruktur-mempercepat-pemerataan-penmbangunan/ pada tanggal 8 Februari 2018 pukul 9.05.
[20] Indonesia Sebagai Poros Maritim dunia” diakses dari https://www.presidenri.go.id/berita-aktual/indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia.html pada tanggal 8 Februari pukul 9.35

Post a Comment for "FULL PAPER - Budaya Bahari Sebagai Inovasi Kemaritiman di Bumi Khatulistiwa"